Selasa, September 23, 2008

Berita dari Mesir.. It's a miracle..


Seorang pria Muslim membunuh istrinya karena istrinya
membaca Injil dan kemudian menguburkannya bersama bayi dan
anak perempuannya yang berusia 8 tahun.

Anak-anak itu dikuburkan hidup-hidup!
Kemudian pria itu melaporkan ke polisi bahwa pamannya telah
membunuh kedua anak itu.. 15 hari kemudian, seorang anggota
keluarga lainnya meninggal dunia. Ketika mereka hendak
menguburkannya, mereka menemukan kedua anak perempuan itu
dibawah pasir
DALAM KEADAAN HIDUP!

Mesir digegerkan dengan peristiwa itu
dan sang pria segera ditangkap

Anak perempuan yang paling besar ditanyai,
bagaimana dia bisa tetaphidup dan dia berkata :
'Seorang pria yang memakai jubah putih berkilauan,
dengan kedua tangan yang terluka dan berdarah, datang setiap
hari untuk memberi kami makan. DIA membangunkan ibuku
sehingga bisa menyusui adikku'
Dia diwawancarai oleh televisi nasional Mesir, oleh wanita
Muslim yang menjadi penyiar berita terkenal di Mesir.
Penyiar wanita itu berkata di depan kamera TV,
'Orang berjubah putih itu pastilah Jesus, karena tidak
ada orang yang bisa melakukan hal ini selain DIA !'

Orang Muslim percaya bahwa Isa (Jesus) lah yang melakukan
keajaiban ini, dan luka berdarah di tanganNYA membuktikan
bahwa DIA benar-benar disalibkan, dan juga membuktikan
bahwa DIA benar-benar hidup!
Tetapi kejadian ini jelas bukan sebuah rekayasa,
bagaimana mungkin seorang anak perempuan berusia 8 tahun
bisa mengarang cerita seperti ini, dan tidak ada penjelasan logis
yang bisa menjelaskan bagaimana kedua anak itu bisa tetap hidup,
kejadian itu benar-benar sebuah mukjizat.
Para pemuka Muslim bingung bagaimana menjelaskan
fenomena ini kepada masyarakat, bahkan popularitas film The
Passion tidak membantu mereka menjelaskan kepada publik
bagaimana hal itu bisa terjadi!
Dengan posisi Mesir sebagai pusat media dan pendidikan
di Timur Tengah, berita ini segera tersebar ke seluruh dunia.

Kristus masih juga menjungkir balikkan dunia hingga saat ini!

Biarlah berita ini tersebar, dan bagilah berita keselamatan ini
kepada orang lain.

Karena Tuhan berkata, 'Aku akan memberkati orang
yang percaya kepada-KU.'(Jeremiah 17).


Diterjemahkan dari Milis tetangga yang berjudul asli :
'A miracle from Egypt '

Minggu, September 21, 2008


Aku Bukan Batu Pualam

Bukan tanpa rencana Bapa menciptakan aku.
dengan penuh kasih saya Ia membopong aku.

Dengan pelbagai peristiwa dipahatnya aku
Dalam kesunyian diukirnya aku
Dalam aneka derita dipeluknya aku
Dalam deraian air mata dibasuhnya aku
Di telapak tangan-Nya diukirnya aku.

Namun aku bukan batu pualam yang dingin dan kaku
Aku bukan lampu kristal yang menghiasi museum megah
atau rumah para elite dan bangsawan yang boleh dikagumi.
Namun "Jangan sentuh"

Aku hanya manusia biasa
Yah...aku adalah pengikut-Nya,
yang dibentuk menurut citra-Nya
yang dikasihi sebagai anak-Nya
yang menjadi alihwaris-Nya

Aku menyendiri tetapi aku tidak sendiri
Aku diam namun tidak kosong
aku mendengar suara Tuhan dalam lubuk hatiku
Hatiku berbicara dengan Dia
senantiasa dalam suka dan duka

Tuhan, Engkau tahu
banyak hal yang kuhadapi.
tak mungkin aku sanggup jika dengan kekuatanku sendiri.

Dalam diam dan keheningan batinku
aku menimbah kekuatan dari pada-Nya
Engkaulah Yesus enebusku
tuhan, Engkaulah Allah yang bangkit
"SANG PEMENANG"

Sabtu, September 20, 2008

Homily Minggu biasa ke-25_tahun A_2008




Minggu Biara 25_Thn A 2008_Tonny Blikon, SS.CC Paroki St. Odilia
Citra Raya – Tangerang


Yes 55: 6-9 Flp 1:20c-24.27a Mat 20:1-16a

Pengantar

Tema Bulan KS tahun ini adalah kemurahan hati Allah. Kita tahu bahwa Allah sangat murah hati kepada setiap orang. Tetapi kadang-kadang kemurahan hati Allah itu membuat kita tidak puas jika kita menyadari bahwa yang menjadi prioritas Allah itu adalah orang lain dan bukannya diri kita.

Allah itu Mahamurah. Setiap tindakan baik kita pasti akan mendapat pahala. Jika Allah nampak bermurah hati lebih kepada orang lain, itu bukanlah urusan kita untuk mempertanyakan mengapa Allah bersikap demikian, tetapi hendaknya kita belajar dari Allah untuk menunjukkan perhatian kepada orang-orang yang lemah dan tak berdaya. Kemuarahan hati Allah terhadap mereka hendaknya menjadi inspirasi bagi kita dan bukannya membuat kita iri hati.

Dalam perayaan ekaristi ini kita diajak untuk menghitung berkat Allah yang kita terima. Berkat-Nya selalu lebih banyak daripada yang kita harapkan.


Renungan:

Saudara dan saudariku yang terkasih!
Kemarin dalam perjalanan ke Oasis, saya mendengar radio L-Sinta bicara soal Hot Properti. Hal ini memberikan inspirasi bagi saya untuk untuk mengajak kita semua memahami perumpamaan Yesus dalam bacaan Injil tadi dalam sebuah kita berikut ini. Saya coba menempatkan perumpamaan ini dalam situasi modern.

Di salah satu cluster di wilayah Citra I ada 4 rumah yang mau dijual. Nilai masing-masing rumah itu berbeda. Rumah pertama bernilai 600 juta. Rumah ke-2 bernilai 500 juta. Rumah ke-3 bernilai 400 juta. Dan rumah ke-4 bernilai 300 juta.

Pemilik rumah pertama tadi saya sebut saya Pak Prapto. Pada suatu hari anaknya kepada Pak Prapto: ”Papa... kalau ada orang yang mau memberi rumah dengan harga 1M, apakah Papa mau menjual rumah ini” Papa itu menjawab: ”Tentu Papa akan menjualnya”.

Keesokan harinya, tiba-tiba ada yang bertelepon bahwa dia mau membeli rumah itu dengan harga 1M. Pak Prapto bingung tapi juga sangat bahagia. Transaksi segera terjadi. 1 M dibayar kontan. Dua hari kemudian, Pak Prapto tahu bahwa 3 rumah yang lain juga telah terjual kepada pembeli yang sama. Dia bertanya berapa harga belinya? Masing-masing orang menjawab: 1 M. Bagaimana perasaanmu kalau anda adalah orang yang memiliki rumah pertama tadi?

Pak Prapto menjadi marah kepada pembeli itu. Dia segera menelponnya dan mempersoalkan harga ketiga rumah yang lain: ”Kok rumah saya dibeli dengan harga yang sama dengan 3 rumah yang lain, yang nota bene lebih sederhana dari rumah saya?” Penelpon itu menjawab: ”Apakah saya telah menipu Bapa? Bukankah kita telah sepakat soal harnyanya 1 M? Atau irihati-kah kau karena aku murah hati?

Saudara dan saudariku
Untuk memahami perumpamaan Yesus tadi, kita harus ingat bahwa para pekerja yang masuk kerja jam 5 sore bukanlah orang malas yang mau menghabis-habiskan waktu. Mereka sebenarnya adalah para pekerja yang sangat membutuhkan pekerjaan. Kenyataannya bahwa mereka menunggu dengan pernuh harapan sampai jam 5 sore. Itu mau menunjukkan bahwa mereka memang sangat membutuhkan pekerjaan.

Pada zaman Yesus, orang bekerja dengan upah harian. Gaji langsung dibayar pada sore. Jika seseorang tidak bekerja hari ini berarti keluarganya tidak punya apa-apa untuk bisa dimakan pada keesokan harinya. Orang yang mendapat kerja pada pagi hari tentu merasa bahagia. Bukan hanya dia tetapi seluruh keluarganya.

Saudara dan saudariku
Mengapa Yesus menceritrakan perumpamaan ini? Apa yang ingin ia sampaikan? Di dalam kenyataan hidup saat itu, siapakah yang dimaksudkan dengan para pekerja yang bekerja dari pagi dan siapakah yang dimaksudkan dengan para pekerja yang masuk terlambat?

Para pekerja yang datang terlambat adalah para pendosa. Mereka yang mendengarkan Yesus dan bertobat. Sedangkan para pekerja yang bekerja mulai dari pagi adalah orang-orang Farisi. Mereka marah karena para pendosa bertobat sehingga masuk Kerajaan Allah dan mendapat ganjaran yang sama sebagaimana mereka pikirkan mereka akan mendapatkannya.

Sikap mereka itu bisa dibayangkan seperti seseorang yang mengkritik Yesus karena Ia mengampuni seorang pendosa di atas kayu salib, dengan berkata: ”Hari ini juga engkau akan berada bersama dengan Aku di dalam firdaus” (Luk 23:43)

Seandainya para pekerja yang masuk lebih awal tidak tahu berapa banyak yang dibayar kepada para pekerja yang masuk kemudian, mungkin mereka akan kembali ke rumah dengan penuh syukur dan sukacita. Tetapi kenyataannya mereka kembali dengan penuh amarah dan irihati.

Saudara dan saudariku
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul adalah: mengapa para pekerja yang masuk lebih awal tadi tidak suka atas kebaikan atau nasih baik yang dialami oleh para pekerja yang masuk paling terakhir? Atau kenapa Pak Prapto dalam kisah modern tadi menjadi marah karena nasib baik yang dialami oleh ke-3 tetangganya yang lain itu? Atau lebih umum lagi, mengapa orang jaman ini merasa bahagia atau sedih tergantung pada penilaian mereka apakah hidup mereka lebih baik atau tidak daripada orang-orang yang ada di sekitar mereka?

Yesus menjawab pertanyaan-pertanyaan itu sama seperti tukang kebun anggur memberikan jawaban kepada para pekerja yang masuk lebih pagi: ”Saudara, apakah aku telah membohongi engkau? Atau irihati-kah kau karena Aku murah hati?

Dalam hidup ini, seringkali kita tidak suka dengan nasib baik yang dialami oleh orang lain karena kita irihati kepada mereka. Yang membuat kita irihati adalah karena kita berpikir bahwa mereka lebih baik daripada kita, bahwa mereka lebih beruntung daripada kita. Mereka lebih berbakat, lebih kaya, lebih cakep, lebih cantik, dll. Singkatnya semua yang ’lebih’ itu ada pada mereka.

Itu pikiran kita. Sayang sekali! Jika kita berpikir demikian maka kita telah melakukan suatu kesalahan: menilai orang lain berdasarkan standar yang sangat duniawi. Bukan standar Allah. Kalau kita menilai mereka berdasarkan ukuran yang diberikan oleh Allah maka kita akan menyadari bahwa kita sama-sama bernasib baik.

Siapa tahu bahwa mungkin dalam rencana Allah, talentamu yang hanya sedikit menurut ukuran duniawi itu justru sangat berharga. St. Paulus berbicara tentang hal ini dalam suratnya kepada Jemaat di Korintus: ”Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti” (1Kor 1:27-28).

Inilah cara kerja Allah. Berbicara atas nama Allah, nabi Yesaya dalam bacaan I tadi berkata: ”Rancangan-Ku bukanlah rancanganmu dan jalanmu bukanlah jalan-Ku. Seperti tingginya langit dari bumi, demikian pun jalan-Ku lebih luhur dari jalanmu dan pikiran-Ku lebih mulia dari pikiranmu”.

Jumad kemarin saya beri pengajaran pada kharismatik. Temanya: Firman-Mu adalah pelita bagi langkahku dan terang bagi jalanku” (Mzm 199:105). Saya berikan beberapa ayat penuntun berkaitan dengan masalah-masalah yang seringkali kita alami; salah satunya adalah soal irihati. Jika anda merasa iri hati, renungkan teks-teks berikut ini:

• 1Kor 3:3 “Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi.

• 1Kor 13:4 “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong”

• Amsal 14: 30 “Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang”

• 1Pet 2:1 “Karena itu buanglah segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah”.

Saudara dan saudariku
Bacaan injil hari ini mengajak kita untuk berhenti membandingkan diri kita dengan orang lain. Injil mengundang kita untuk menerima diri kita sebagaimana adanya kita. Ia mengajak kita untuk mengikuti nasihat rasul Paulus kepada umat di Galatia: ”Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain” (Gal 6:4).

Saudara dan saudariku
Hal yang terpenting dalam hidup ini bukanlah apa yang orang lain pikirkan tentang dirimu, tetapi apa yang Allah pikirkan tentang anda. Bukan soal bagaimana orang lain telah menilai saya tetapi tetapi bagaimana Allah menilai hidup saya.

Saudara dan saudariku
Iri hati membuat kita buta terhadap kemurahan hati Allah. Sama seperti orang Farisi, merasa dirinya lebih baik dari orang lain, Akhirnya malah tidak pernah mendapatkan mujizat apa-apa bahkan tidak mendapatkan keselamatan karena 'mengurusi' dan menghakimi orang lain terus-terusanan. Biasanya orang yang tangannya sibuk, mulutnya gak bekerja, tapi kalau tangannya diam alias nganggur justru mulutnya sibuk. sibuk ngerasani orang dan sirik sama orang lain.

Penegasan:

Amsal 14: 30 “Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang”

Kalau kita memelihara iri hati terus menerus, maka tanpa sadar kita yang tadinya menerima rahmat Allah lebih dulu dari orang lain, pelan tapi pasti justru iman kita pelan-pelan mundur teratur.

Kalau kita menuntut bahwa Allah harus adil seperti apa yang kita pikirkan, maka saya kira kita harus malu. Rom 5:8 ”Allah telah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa”. Apakah Allah bersikap adil dalam hal ini? Keadilan menurut pandangan kita? Itu karena kemurahan hati Allah.

Saudara dan saudariku
Supaya belajar murah hati kita harus menyingkirkan jauh-jauh sikap iri hati dan mau berrekonsiliasi paling tidak dengan diri sendiri. Salah satu kemurahan hati Allah bisa dialami dalam sakramen rekonsiliasi. Kita bisa datang kapan saja. Tapi sayang tidak semua orang memanfaatkannya? Berapa sih dari antara kita yang mau mengalami kemurahan hati Allah yang ingin ia tawarkan itu?

Kita harus mengalami kemurahan hati Allah, baru kita bisa bermurah hati. Maka datanglah ke kamar pengakuan untuk mengalami kemurahan hati Allah. Kalau kita merasa ’tidak’ berdosa atau tidak perlu perlu mengakui dosa, saat seperti itulah justru kita mulai menyombong kan diri.

Lantas mana bisa kita bermurah hati? Ini tantangan bagi kita semua terutama para kelompok 'suci' seperti karismatik, Legio Maria, kelompok doa Padre Pio. Kalau tidak maka kita akan menjadi sama seperti orang-orang Farisi yang iri hati. Kita tidak jauh seperti para pekerja yang masuk lebih pagi, tetapi suka iri hati.

"Bila ada yang tersinggung dengan homili ini, berarti rahmat Tuhan sudah menaungi anda, silahkan bertemu dengan saya dalam kamar pengakuan dosa".

Marilah kita hening sejenak dan berdoa:
Tuhan ajariah saya untuk mengatasi sikap irihati dan dengki terhadap sesama karena nasib baik yang mereka alami.

Singkirkanlah dari dalam hati saya, segala kepahitan yang merasuki hati dan pikiran saya, yang selalu membuat saya irihati atas berkat yang Engkau berikan kepada orang lain; mereka yang seharusnya saya anggap sebagai saudara dan saudariku di dalam Kristus

Bebaskanlah saya dari kebutaan moral akibat irihati yang membuat saya selalu bertanya tentang kebijaksaan dan kebebasan-Mu dalam membagi-bagikan rahmat dan berkat.

Sadarkanlah saya selalu bahwa dalam hal ini Engkaulah yang lebih mengetahui apa yang terbaik. Ajarilah saya untuk mensyukuri segala anugerah dan berkatmu yang telah Engkau curahkan kepada saya.

Ajarilah saya untuk menghitung segala berkat-Mu yang telah saya terima....yang masih saja Kau berikan hari demi hari.

Ajarilah saya untuk menggunakan semua berkat-Mu itu dengan segenap kemampuanku, dengan bijaksana dan kreatif.

Tuhan...Engkaulah sumber segala rahmat. Engkaulah sumber segala berkat. Engkaulah sumber kebahagiaanku. Amen.

Minggu, September 07, 2008

Homily Minggu biasa XXIII_tahun A_2008

A_23rd Sunday OT – 2008_St Odilia Parish Tonny Blikon

Ezekiel 33:7-9 Romans 13:8-10 Matthew 18:15-20
Dalam bacaan pertama tadi, kita mendengar Allah bersabda kepada nabi Yehezkiel: “Hai anak manusia, Aku mengangkat engkau menjadi penjaga kaum Israel” sedangkan dalam bacaan Injil tadi Yesus berbicara tentang apa yang harus kita buat jika melihat sesama kita melakukan kesalahan atau dosa.
Peranan sebagai ‘penjaga’ dan tugas untuk ‘correctio fraternal’ adalah hal yang tidak mudah. Tetapi ini adalah suatu tugas yang harus kita jalankan.
Ada seorang wanita – irma meninggalkan gereja ketika masih remaja. Selama 9 tahun dia tidak pernah ke gereja. Tapi syukur bahwa kasih Tuhan akhirnya mengantar dia kembali ke gereja. Suatu ketika Irma ini berceritra seperti ini: hal yang paling menyakitkan selama 9 tahun pengembaraannya adalah bahwa ketika ia tidak muncul lagi di gereja, atau jarang aktif lagi dalam lingkungan, tidak ada orang yang pernah berkontak dengan dia, bertanya “gimana kabarmu? Kok nda muncul-muncul lagi?”. Tidak ada orang yang bertelepon atau mengunjungi saya untuk menanyakan apakah saya ada masalah atau tidak? Seakan-akan semua orang tidak pernah merindukan kehadirannya. Saya mendapat kesan bahwa orang-orang gereja tidak membutuhkan saya.”
Saudara dan saudariku….. banyak umat paroki kita yang tidak aktif di lingkungan atau di paroki. Ada banyak alasan tentunya. Pertama, bisa jadi karena gereja terlalu jauh…ongkos ke gereja lebih mahal dari biaya hidup sehari. Kedua, bisa juga mereka pernah merasa sakit hati dengan orang-orang tertentu di di dalam suatu kelompok, sehingga mereka tidak mau muncul lagi. Terhadap situasi ini, apa yang harus kita buat? Apakah kita membela diri dengan mengatakan “Itukan bukan urusan saya?”
Mungkin ada yang bertanya, mengapa menjadi urusan saya? Kan itu urusan dia sendiri apakah dia mau aktif atau tidak. Ingat dalam bacaan pertama tadi, Allah berfirman: “Jika engkau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu supaya bertobat dari hidupnya....maka Aku akan menuntut pertanggung-jawaban dari padamu.”
Salah satu panggilan kita sebagai umat Kristen adalah sebagai nabi. Sebagai nabi kita dipanggil untuk menjadi “corong” Allah mengingatkan orang yang bersalah atau orang yang jarang aktif supaya mereka kembali.
Untuk merasakan daya atau kekuatan firman Allah dalam bacaan pertama tadi, saya mau membaca sekali lagi teks tadi tapi mau mengantikan dengan nama seseorang.
Tuhan bersabda demikian, “Hai Tony, Aku telah mengangkat engkau menjadi penjaga umat paroki St. Odilia – Citra Raya. Bilamana engkau mendengar sesuatu firman dari pada-Ku, peringatkanlah mereka demi nama-Ku …..dst
Kita bisa terapkan firman untuk diri kita masing-masing sesuai tugas dan fungsi kita di dalam gereja.
Misalnya sebagai ketua lingkungan, Hai Davi, Aku telah mengangkat engkau menjadi penjaga umat lingkungan St. Antonius – Paroki St Odilia …..
Jadi, saudara dan saudariku… kita tidak bisa mengatakan “itu bukan urusan saya, kalau dia mau aktif atau nggak!”
Pesan ini menjadi jelas dan sangat praktis dalam bacaan Injil hari ini: “Apabila saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia di bawa empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali”
Kita harus agak hati-hati jika menegur sesama kita. Motivasi kita dalam ‘menegur atau memperingati’ mereka bukan untuk mempersalahkan dia tetapi untuk mendapat kembali mereka.
Bacaan Injil hari ini juga memberikan 3 tahap bagaimana menegur sesama: (1) Tegurlah dia secara pribadi. (2). Cobalah sekali lagi dengan mengajak orang-orang yang bisa dipercayai. (3). Bawalah masalah ini kepada jemaat.
Beberapa catatan untuk diperhatikan dalam ‘menegur”: Jika anda tidak mencintai orang itu, janganlah menegur dia, biarlah orang lain yang melakukannya. Sebab jangan sampai anda terbawa emosi.
Jangan suka membicarakan kesalahan atau dosa orang lain tanpa kehadiran orang itu. Itu namanya gossip. Gossip itu sesuatu yang sangat menyakitkan. Bukan baru zaman ini tetapi bahkan sejak abad ke 6 Bc, pemazmur telah memohon kepada Allah untuk melindungi dia dari orang-orang yang suka gossip:
Mzm 57 “Kiranya Ia mengirim utusan dari surga dan menyelamatkan aku dari orang yang suka menerkam anak-anak manusia yang giginya laksana tombak dan panah dan lidahnya laksana pedang tajam”
Mzm 64: “sembunyikanlah aku terhadap persepakatan orang jahat. Yang menajamkan lidahnya seperti pedang, yang membidikan kata yang pahit seperti panah”
Mzm 140: Luputkanlah aku, ya Tuhan dari manusia jahat, mereka yang menajamkan lidahnya seperti ular, bisa ular sendok ada di bawah bibirnya”
Tetapi zaman ini lebih parah lagi. Gossip malah masuk dalam tabloid atau acara-acara TV. Zaman ini orang merasa tidak salah kalau membicarakan kesalahan atau masalah orang lain. Bahkan di dalam gereja sendiri. Ada yang merasa bahwa mereka ‘telah diurapi’ untuk meng-ekxpose kesalahan-kesalahan orang lain. Mereka merasa seakan memainkan peranan sebagai ‘nabi’

Saudara dan saudariku
Ketika Allah memilih Yehezkiel sebagai ‘penjaga’ atas umat Israel, Allah tidak memberikan dia ijin untuk menyebarkan gossip.
Kenyataannya ..... gosip telah menghancurkan hidup banyak orang, menghancurkan perkawinan, membuat anggota-anggota tubuh Kristus saling memusuhi dan menimbulkan perselisihan dan perpecahan di dalam gereja.
Rasul Yakobus membandingkan lidah manusia dengan api yang bila dibiarkan tidak terkontrol akan dinyalakan dan dikobarkan oleh iblis. Rasul Yakobus berkata, "Lihatlah, betapapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar" (Yakobus 3:5-6). Lidah yang diserahkan kepada gosip adalah seperti api liar yang menjalar ke dalam hutan membawa pengrusakan.

Gosip adalah akar dari perselisihan. Ketika kita menghentikan gosip, kekacauan dan perselisihan akan berhenti juga.
Sebagai pendengar firman Allah, langkah berikut yang mesti kita ambil adalah melaksanakannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Amen.

Homily Minggu biasa XXII tahun A_2008

A_22nd Sunday OT_Tonny Blikon, SS.CC
St. Odilia Parish – citra Raya

Setiap orang yang mau mengikuti Aku harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan meng-ikuti Aku”

Saudara dan saudariku....
Bicara soal salib berarti bicara soal penderitaan. Dan tentu banyak orang tidak suka kalau bicara soal ini, dan tentu tidak mengharapkannya. Tetapi dalam kehidupan ini, sebagai pengikut Yesus, salib memang tidak bisa dihindari. Bahkan dikatakan sebagai hal yang mesti kita tanggung.

Memang ada beberapa cara pandang terhadap salib atau penderitaan ini. Ada yang melihat sebagai masalah atau beban yang memang harus dihindari. Tetapi ada juga melihat sebagai suatu rahmat yang membimbing dia kepada Yesus.

Seringkali ada yang mengeluh seperti ini, Tuhan....mengapa salib saya terlalu berat? Mengapa punya orang lain kok ringan-ringan saja?

Ada seorang yang sedang tenderita penyakit lupus. Setiap kali mendapat telepon dari dia, dia selalu mengeluh dan bertanya: “Romo...kok beban saya ini berat banget! Saya sudah tidak percaya lagi bahwa Tuhan itu baik.

Saya lalu mengajak dia untuk berdoa bersama dengan saya. Pertama kali dia mengikuti ajakan saya, tetapi lama kelamaan dia dia berkata: “Ah, sudahlah romo. Saya merasa bahwa Tuhan itu sudah tuli pada doa-doaku. Tuhan yang pernah bersabda: "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan” toh tidak memberikan padaku apa yang kupinta. Tuhan bahkan tak pernah membukakan pintu bagi diriku.” Lalu dia berdiri dan meninggalkan aku sendirian.

Kekecewaan telah menjadi beban hidupnya. Kekecewaan telah menyatu dengan hidupnya.
Memang, kadang kita kalah dalam menghadapi hidup ini. Bahkan kalah dengan pahit.

Yesus sendiri bahkan harus memikul salib-Nya. Dalam penderitaan yang amat mendalam Dia berseru: “Eloi, Eloi, lama sabakhtani?", yang berarti: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”.

Seruan itu tidaklah membuat Bapa datang membantunya pada saat itu juga. Seringkali dalam penderitaan hidup ketika Allah seakan tidak menjawab doa-doa kita, mungkin kita kecewa. Betapa sia-sianya meminta kepada Tuhan karena Tuhan telah tuli. Tuhan sering tidak datang saat kita mengharapkan kehadiranNya. Tetapi sungguhkah Tuhan itu telah tuli? Sungguhkah Tuhan bersikap masa bodoh dan tidak mau peduli pada harapan dan doa-doa kita?

Satu kalimat dari Doa Bapa Kami yang setiap hari kita doakan adalah “Jadilah kehendakMU di atas bumi seperti di dalam surga.” Tetapi mengapa hanya kehendak Bapa yang baik bagi diri kita saja, yang menyenangkan dan membahagiakan kita, membuat kita bersyukur? Mengapa bila kita mengalami peristiwa yang membuat kita berduka, yang menyakitkan dan memedihkan kita, tidak mampu kita terima sebagai satu anugerahNya juga?

Salib dan penderitaan hidup dilihat sebagai jalan untuk lebih mendekatkan kita pada Tuhan. Penderitaan kita merupakan ‘catatan kaki’ dari penderitaan Yesus.

Karena itu sepenggal puisi yang amat indah, karya Rabindranath Tagore (penyair India, 1861-1941), berikut ini hendaknya menjadi inspirasi bagi kita:

Dalam bukunya Gitanjali bab ke 79:
Janganlah aku berdoa agar diluputkan dari bahaya tetapi agar berani untuk menghadapinya.
Janganlah aku bermohon untuk dihindarkan dari kepedihan tetapi agar mampu menaklukkannya.
Janganlah aku mencari teman senasib dalam pergumulan hidup ini tetapi agar mampu berjuang dengan daya upayaku sendiri. Janganlah aku meminta agar diselamatkan dari keterasingan tetapi agar dengan sabar melangkah menuju ke kebebasanku. Janjikanlah padaku agar aku tidak menjadi seorang pengecut: Tidak hanya sanggup merasakan keagunganMu dalam keberhasilanku tetapi juga dapat merasakan genggamanMu di dalam kegagalanku.

Suatu sajak indah yang patut kita renungkan dalam menghadapi kesulitan kita sehari-hari.

Rasul Paulus berkata dalam 1Kor 10:13 “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya”

Hadiah terbesar yang dapat diberikan oleh seekor induk elang kepada anak-anaknya , bukanlah serpihan-serpihan makanan pagi, namun ketika ia melemparkan mereka dari jurang yang tinggi dan terjal. Pada detik pertama mungkin anak-anak itu akan berpikir, induk mereka kok keterlaluan? Mereka mungkin menjerit dalam ketakutan dan berpikir akan mati. Sesaat kemudian, mereka menyadari bahwa bukan kematianlah yang mereka terima namun kesejatian diri sebagai elang, yaitu bisa terbang tinggi. Kesediaan memanggul salib membuktikan bahwa kita adalah murid Kristus yang sejati.

"..karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." Ibrani 12:6

Apakah gubukmu terbakar ?

Satu-satunya orang yang selamat dari kecelakaan sebuah kapal terdampar di pulau yang kecil dan tak berpenghuni. Pria ini segera berdoa supaya Tuhan menyelamatkannya, dan setiap hari dia mengamati langit mengharapkan pertolongan, tetapi tidak ada sesuatupun yang datang. Dengan capainya, akhirnya dia berhasil membangun gubuk kecil dari kayu apung untuk melindungi dirinya dari cuaca, dan untuk menyimpan beberapa barang yang masih dia punyai. Tetapi suatu hari, setelah dia pergi mencari makan, dia kembali ke gubuknya dan mendapati gubuk kecil itu terbakar, asapnya mengepul ke langit. Dan yang paling parah, hilanglah semuanya. Dia sedih dan marah. "Tuhan, teganya Engkau melakukan ini padaku?" dia menangis. Pagi- pagi keesokan harinya, dia terbangun oleh suara kapal yang mendekati pulau itu. Kapal itu datang untuk menyelamatkannya. "Bagaimana kamu tahu bahwa aku di sini?" tanya pria itu kepada penyelamatnya. "Kami melihat tanda asapmu", jawab mereka.

Mudah sekali untuk menyerah ketika keadaan menjadi buruk. Tetapi kita tidak boleh goyah, karena Tuhan bekerja di dalam hidup kita, juga ketika kita dalam kesakitan dan kesusahan. Ingatlah, ketika gubukmu terbakar, mungkin itu "tanda asap" bagi kuasa Tuhan. Ketika ada kejadian negatif terjadi, kita harus berkata pada diri kita sendiri bahwa Tuhan pasti mempunyai jawaban yang positif untuk kejadian tersebut.

Kamu berkata, "Itu tidak mungkin."
Tuhan berkata, "Tidak ada hal yang tidak mungkin." (Lukas 18:27)

Kamu berkata, "aku terlalu capai."
Tuhan berkata, "Aku akan memberikan kelegaan padamu." (Matius 11:28)

Kamu berkata, "Tidak ada seorangpun yang mencintai aku."
Tuhan berkata, "Aku mencintaimu." (Yohanes 3:16-Yohanes 13:34)

Kamu berkata, "Aku tidak bisa meneruskan."
Tuhan berkata, "Kasih karuniaKu cukup." (2 Korintus 12:9 - Mazmur 91:15)

Kamu berkata, "Aku tidak mengerti."
Tuhan berkata, "Aku akan menuntun langkah-langkahmu." (Amsal 3:5-6)

Kamu berkata, "Aku tidak bisa melakukannya."
Tuhan berkata, "Kamu bisa melakukan semuanya." (Filipi 4:13)

Kamu berkata, "Ini tidak berharga."
Tuhan berkata, "Itu akan berharga." (Roma 8:28)

Kamu berkata, "Aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri."
Tuhan berkata, "Aku memaafkanmu." (1 Yohanes 1:9-Roma 8:1)

Kamu berkata, "Aku tidak bisa mengatasi."
Tuhan berkata, "Aku akan menyediakan kebutuhanmu." (Filipi 4:19)

Kamu berkata, "Aku takut."
Tuhan berkata, "Aku tidak memberikan padamu roh ketakutan." (II Timotius 1:7)

Kamu berkata, "Aku selalu kuatir dan frustasi."
Tuhan berkata, "Serahkan segala kekuatiranmu kepadaku." (I Petrus 5:7)

Kamu berkata, "Aku tidak mempunyai iman yang kuat."
Tuhan berkata, "Aku memberi setiap orang iman menurut ukurannya."(Roma12:3)

Kamu berkata, "Aku tidak pandai."
Tuhan berkata, "Aku memberikan padamu hikmat." (I Korintus 1:30)

Kamu berkata, "Aku merasa aku sendirian."
Tuhan berkata, "Aku tidak akan pernah meninggalkanmu atau membiarkanmu."(Ibrani 13:5)