Sabtu, Juni 28, 2008

Tuaian memang banyak tetapi pekerja sedikit. Mengapa?

A_11th Sunday OT_St. Odilia Parish
By Tonny Blikon, SS.CC

Dalam bacaan Injil tadi, kita mendengar suatu keprihatinan Yesus yang mendalam: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirim pekerja-pekerja untuk tuaian itu”

Pertanyaan yang muncul adalah: mengapa pekerja sedikit? Atau lebih spesifik lagi, mengapa dalam dunia sekarang ini, banyak orang muda yang tidak tertarik menjadi imam, bruder, atau suster?

Ada 3 alasan yang bisa saya kemukan di sini.

Alasan pertama, karena kita tidak melakukan apa yang diminta oleh Yesus: berdoa mohon panggilan. Dalam Injil tadi Yesus katakan: “mintalah kepada tuan yang empunyai tuaian, supaya Ia mengirim pekerja-pekerja untuk tuaian itu”.

Saya mau tanya: berapa di antara kita yang berdoa secara teratur minta supaya para kaum muda kita berani memilih hidup membiara - menjadi suster, pastor, atau bruder?

Kapan terkahir kalinya anda berdoa mohon panggilan hidup membiara?
Kira-kira apa bunyinya?

Dalam bacaan Injil tadi kita dengar: “Ketika Yesus melihat orang banyak, tergeraklah hati-Nya oleh belaskasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala”. Yesus minta agar kita pun turut dalam keprihatinannya. Yesus minta kita berdoa kepada Bapa yang empunyai panenan untuk mengirim lebih banyak pekerja. Kita bisa mendukung panggilan hidup membiara melalui doa-doa kita dengan intensi mohon panggilan hidup membiara. Keprihatinan kita pun dapat ditunjukan dengan cara mendukung dana pendidikan dan karya para imam, biarawan dan biarawati.

St. Theresia Avila diangkat oleh gereja untuk menjadi pelindung para misionaris bukan karena dia telah berkeliling dunia mewartakan Yesus tetapi sepanjang hidupnya ia telah berdoa bagi para misionaris di seluruh dunia dan mohon panggilan hidup membiara bagi kaum muda.

Doa kita pun hendaknya jujur dan tulus. Artinya harus didasari atas motivasi yang luhur. Kalau ada yang berdoa seperti ini: “ibu-ibu marilah kita berdoa untuk Romo Tony yang sekarang ini lagi dekat dengan seorang mudika yang namanya Susi biar Tuhan menyadarkan dia, dst…” Bagi saya itu bukan doa tapi gossip. Orang itu sangat pandai membungkus niat busuknya dalam hal-hal yang rohani. Doa semacam itu tidak didasari atas motivasi yang luhur. Kalau memang anda punya keprihatinan yang tulus, bawalah itu di dalam doa-doa pribadimu.

Bapa ibu saudara dan saudariku.
Sekali lagi doa kita hendaknya jujur dan tulus dan didasari atas motivasi yang luhur. Saya berterimakasih kepada begitu banyak orang yang telah mendoakan saya. Pertama kepada ibu saya yang rela menjadi ‘korban’ bagi perjalanan awal panggilan saya.

Juga kepada papa yang rela menyerahkan putra sulungnya untuk bekerja di kebun anggur Tuhan. Saya teringat pesan papa ketika saya ditahbiskan: re lejo re go lok limaga. Pana ma mai glekat Alapsa. Pana suduk en, mo taku nikur si. Pana mulur-mulur, mo taku tue si. (Hari ini saya melepaspergikan engkau untuk mengabdi Tuhan. Maju terus, jangan menoleh. Jejaki jalan lurus. Maju terus, pantang mundur). Terima kasih saya juga kepada oma saya yang sejak saya masuk seminari menengah sampai detik ini, lilin untuk saya tidak pernah padam. Dan masih banyak orang lain yang dengan tulus dan setia mendoakan saya.

Ketika menerima tahbisan imam di Bandung, saya mendapat sebuah kartu ucapan dari Legio Mariae Yunior (anak-anak SMP dan SMU). Dan di dalam kartu itu mereka menulis: Kami tidak pernah mengenal romo ketika masih sebagai frater, tetapi sejak ada berita bahwa romo akan ditahbiskan, kami tak henti-hentinya telah berdoa untuk romo. Inilah doa-doa kami: 1500x doa Bapa Kami, 2000x doa Salam Maria dan 500x doa Kemuliaan. Hanya ini yang bisa kami berikan.

Saya tersentuh ketika membaca tulisan itu. Suatu hadiah yang sangat berarti bagi saya. Beberapa minggu lalu, saya memberikan kepada Legio Mariae yunior sebuah doa untuk seorang imam. Saya telah meminta dengan rendah hati agar mereka doakannya selama bulan Juni dan mungkin akan seterusnya.

Alasan kedua, mengapa zaman ini banyak orang tidak tertarik menjadi suster, pastor atau bruder – sangat terkait erat dengan keluarga. Banyak keluarga zaman ini tidak menjadi tempat yang baik untuk menumbuhkan benih panggilan dalam diri anak. Keluarga adalah “seminari kecil” tempat anak mengalami dan merasakan panggilan Tuhan. Kehidupan doa yang teratur secara bersama-sama bisa menjadi sarana yang baik untuk menumbukan minat anak pada hal-hal yang rohani. Kalau tidak ada kebiasaan semacam ini maka, kelak jika anak diminta untuk masuk seminari maka ia pasti tidak mau karena dia tidak pernah mengalami Tuhan. Pendek kata, dia tidak tertarik pada hal-hal yang rohani.

Sebagai orang tua, apakah anda pernah mengutarakan kepada anakmu untuk menjadi suster, bruder atau pastor? Kalau pernah kapan terakhir kalinya anda katakan itu?

Ada sebuah keluarga yang patut kita contoi. Di dalam rumah ada ruang doa dan ada kebiasaan doa secara teratur. Bapa-ibu dan dua orang anak, masing-masing mempunyai lilin dengan warna berbeda. Bapa: putih. Ibu: kuning. Anak pertama: merah. Sedangkan yang bungsu, lilinnya berwarna pink.

Dalam keluarga itu ada aturan mainnya. Kalau sang ayah berdoa, maka dia harus menyalakan lilinnya....begitu pun ibu dan anak-anak. Pada akhir bulan, mereka mengevaluasi siapa yang paling banyak berdoa. Orang yang lilinnya paling pendek jelas adalah orang yang paling banyak berdoa.

Sang ibu pernah merasa malu ketika si bungsu mengatakan bahwa dia malas berdoa. Juga pada suatu kesempatan, sang ibu sampai meneteskan air mata ketika si bungsu berdoa bagi kesembuhan ibunya yang pada waktu itu lagi sakit. Doanya begitu polos dan sederhana. Dan ternyata Tuhan mendengarkan. Keesokan harinya ibu itu sembuh.

Alasan ketiga, mengapa zaman ini banyak orang tidak tertarik menjadi biarawan-biarawati adalah sesuatu yang menyangkut diri kita masing-masing secara pribadi. Apakah kita pernah membuka diri bagi kemungkinan panggilan itu bertumbuh di dalam dirimu?

Pada waktu misa perdana di rumah saya, ada kelompok anak TK yang memainkan sebuah fragmen mini tentang panggilan hidup. Banyak actor kehidupan yang ditampilkan. Ada petani, pedagang, pengusaha, guru dll. Pada suatu adegan….seorang guru menganjurkan anak didiknya untuk menjadi suster…… tetapi anak itu dengan ketus menjawab TIDAK MAU. Apa alasannya, tanya guru tadi. Dan anak itu menjawab: Suster artinya SUSAH TERUS. Serentak semua orang tertawa.

Ketika merenungkan bacaan Injil hari ini, saya teringat akan fragmen tersebut. Saya hanya berkata: pantas tidak banyak lagi orang yang tertarik menjadi biarawan-biarawati.

Siapa di antara putra-putri Altar ini yang ingin jadi imam, bruder atau suster?

Saya mengajak anda untuk merenungkan ini.

Tangan-Tangan Mengagumkan Seorang Imam

Kita membutuhkannya di awal kehidupan,
kita membutuhkannya lagi di akhir kehidupan.

Kita merasakan kehangatan jabatan kasihnya,
kita mencarinya lagi kala tertimpa kemalangan hidup.

Di altar, setiap hari kita memandangnya,
tangan-tangan seorang raja di atas tahtanya tak setara dengan tangan-tangan imam dalam keagungannya; martabat mereka melampaui segalanya.

Dan kala kita dicobai dan menyimpang ke jalan dosa dan cemar, tangan-tangan imamlah yang akan membebaskan kita - tak hanya sekali, melainkan lagi dan lagi.

Dan kala kita menentukan pasangan hidup,
tangan-tangan yang lain mempersiapkan pesta bagi kita, tetapi tangan-tangan yang akan memberkati serta mempersatukan kita adalah tangan-tangan mengagumkan seorang imam.

Bilamanakah seorang pendosa yang malang dapat melakukan lebih baik dari meminta tangan-tangan imam untuk membimbing dan memberkatinya?

Kala ajal menyongsong kiranya semangat dan kekuatan kita diteguhkan dengan memandang dan merasakan urapan di tubuh kita oleh tangan-tangan mengagumkan seorang imam! Anonim

Saudara dan saudariku...
Bacaan Injil hari ini merupakan suatu tantangan bagi kita. Saya hanya mengajak kita untuk menghadapi tantangan itu. Caranya: mulailah dengan kehidupan doa yang rutin di dalam keluarga….anak-anak diajak berdoa mohon panggilan hidup membiara. Inilah cara yang paling baik untuk membangkitkan minat anak terhadap panggilan hidup membiara. Semoga.

Senin, Juni 23, 2008

JANGAN MENGABAIKAN TUHAN
Terlalu sibuk??? Justru harus berdoa…

“apakah sudah tiba bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik sementara Rumah ini tetap menjadi reruntuhan?” (Hagai 1:4)

Ketika kita bekerja – dalam hal apapun – kita sedang melakukan sesuatu dalam kapasitas kita yang sangat terbatas. Tetapi ketika kita berdoa, Allah sedang memakai kita untuk melakukan perkara besar yang melampaui keterbatasan itu.

Terlalu sibuk? Justru harus berdoa… adalah judul sebuah buku yang ditulis oleh Bill Hybels untuk mengingatkan orang percaya bagaimana mendisiplin diri untuk berdoa.

Ditengah kesibukan dan rutinitas yang sedang saya jalani akhir2 ini, Tuhan tiba-tiba mengingatkan saya kepada buku ini dan semakin mempertegasnya dalam Hagai 1:4. Saya kemudian sadar, bahwa kesibukan telah banyak menyita waktu saya, termasuk waktu special bersama Tuhan.

Firman Tuhan, “apakah sudah tiba bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik sementara Rumah ini tetap menjadi reruntuhan?” (ayat 4)

Sederhana saja, saya menangkap teguran Tuhan, dan Roh Kudus menjelaskan maksudnya dalam hati saya bahwa Tuhan sedang mengingatkan saya untuk kembali membangun Rumah-Nya yaitu diri saya yang adalah bait Allah (I Korintus 3:17) dari pada terlalu sibuk dengan pekerjaan yang – sebenarnya - tujuannya hanya untuk membentuk kepuasan dan kebanggaan diri sendiri terhadap hasil pekerjaan itu kelak.

Saya sempat berkata dalam hati “Tuhan, bukankah yang sementara saya kerjakan adalah bagian dari pelayanan pekerjaan-Mu?” Tetapi Tuhan berkata “anakku, engkau sama dengan Marta yang sangat sibuk melayani. Alangkah baiknya jika engkau seperti Maria yang lebih memilih untuk duduk dan mendengar perkataan-Ku (Lukas 10:38-42)

Kesibukan dan rutinitas yang padat dalam pelayanan adalah hal yang baik. Namun tanpa persekutuan pribadi dengan Tuhan, kita akan sama dengan "reruntuhan Bait Allah" yang tidak memiliki kekuatan sehingga tinggal menunggu waktu untuk letih dan jenuh...

Saya seperti terbius oleh kesibukan dalam pekerjaan dan menganggap itu sangat menyenangkan hati Tuhan. Tanpa disadari bahwa ternyata hal itu telah membuat saya kehilangan waktu pribadi bersama Dia.

Ternyata diri kita sebagai bait Allah tidak dapat dibangun hanya dengan rutinitas dalam pelayanan, tetapi dengan hubungan pribadi dan persekutuan bersama Tuhan.

Mari mengutamakan Tuhan lebih dari apapun dan bangunlah dirimu sebagai bait Allah yang kudus dengan banyak menyiapkan waktu pribadi bersama dengan Tuhan.

Jangan Mengabaikan Tuhan



JANGAN MENGABAIKAN TUHAN
Terlalu sibuk??? Justru harus berdoa…


“apakah sudah tiba bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik sementara Rumah ini tetap menjadi reruntuhan?” (Hagai 1:4)

Ketika kita bekerja – dalam hal apapun – kita sedang melakukan sesuatu dalam kapasitas kita yang sangat terbatas. Tetapi ketika kita berdoa, Allah sedang memakai kita untuk melakukan perkara besar yang melampaui keterbatasan itu.

Terlalu sibuk? Justru harus berdoa… adalah judul sebuah buku yang ditulis oleh Bill Hybels untuk mengingatkan orang percaya bagaimana mendisiplin diri untuk berdoa.

Ditengah kesibukan dan rutinitas yang sedang saya jalani akhir2 ini, Tuhan tiba-tiba mengingatkan saya kepada buku ini dan semakin mempertegasnya dalam Hagai 1:4. Saya kemudian sadar, bahwa kesibukan telah banyak menyita waktu saya, termasuk waktu special bersama Tuhan.

Firman Tuhan, “apakah sudah tiba bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik sementara Rumah ini tetap menjadi reruntuhan?” (ayat 4)

Sederhana saja, saya menangkap teguran Tuhan, dan Roh Kudus menjelaskan maksudnya dalam hati saya bahwa Tuhan sedang mengingatkan saya untuk kembali membangun Rumah-Nya yaitu diri saya yang adalah bait Allah (I Korintus 3:17) dari pada terlalu sibuk dengan pekerjaan yang – sebenarnya - tujuannya hanya untuk membentuk kepuasan dan kebanggaan diri sendiri terhadap hasil pekerjaan itu kelak.

Saya sempat berkata dalam hati “Tuhan, bukankah yang sementara saya kerjakan adalah bagian dari pelayanan pekerjaan-Mu?” Tetapi Tuhan berkata “anakku, engkau sama dengan Marta yang sangat sibuk melayani. Alangkah baiknya jika engkau seperti Maria yang lebih memilih untuk duduk dan mendengar perkataan-Ku (Lukas 10:38-42)

Kesibukan dan rutinitas yang padat dalam pelayanan adalah hal yang baik. Namun tanpa persekutuan pribadi dengan Tuhan, kita akan sama dengan "reruntuhan Bait Allah" yang tidak memiliki kekuatan sehingga tinggal menunggu waktu untuk letih dan jenuh...

Saya seperti terbius oleh kesibukan dalam pekerjaan dan menganggap itu sangat menyenangkan hati Tuhan. Tanpa disadari bahwa ternyata hal itu telah membuat saya kehilangan waktu pribadi bersama Dia.

Ternyata diri kita sebagai bait Allah tidak dapat dibangun hanya dengan rutinitas dalam pelayanan, tetapi dengan hubungan pribadi dan persekutuan bersama Tuhan.

Mari mengutamakan Tuhan lebih dari apapun dan bangunlah dirimu sebagai bait Allah yang kudus dengan banyak menyiapkan waktu pribadi bersama dengan Tuhan.

Mintalah, Maka Kamu Akan Diberi


Sewaktu menghadiri misa sore, konsentrasi kami terpecah. Sebabnya tak lain Dan tak bukan adalah seorang anak kecil yang merengek-rengek pada ibu Dan ayahnya meminta dibelikan mainan anak-anak yang dijual di muka gereja. Semula, di tengah suara koor Dan alunan organ, kami mengacuhkannya. Namun setelah Kitab Suci mulai dibacakan Dan situasi sedikit hening, rengekannya mulai mengganggu kami. Dalam hati saya mencela, kenapa tidak dibawa keluar Dan dituruti saja permintaannya agar IA tidak mengganggu keheningan gereja. Tapi orang tuanya rupanya bersikeras mengikuti misa Dan sekali-sekali memberi penjelasan bahwa mereka akan memberikan apa yang diingininya tetapi nanti setelah misa selesai. Hal ini rupanya membuat sang anak semakin gencar dengan rengekannya, IA pun mulai menangis.

Kemudian dibacakan Injil yang nasnya mengenai permohonan kepada Allah. \"Mintalah maka kamu akan diberi,\" begitu kira-kira. Dalam hati saya tersenyum. Itu kalau Allah mau, pikir saya, kalau tidak ya sudah Kita hanya bisa pasrah Dan menganggap mungkin permintaan Kita tidak sesuai dengan rencana Allah atau mungkin juga \"belum saatnya Dia memberi.\"

Saya termenung memikirkan alasan kedua itu. Kembali saya melihat sang anak kecil yang merengek-rengek meminta sesuatu Dan jawaban sang ibu bahwa IA akan mendapatkannya tapi nanti setelah misa selesai. Mau tak mau saya tersenyum, bersyukur atas sebuah drama yang mungkin (walau saya pribadi gak terlalu yakin) disutradarai oleh Allah sebagai contoh bagi Kita yang setiap waktu \"merengek-rengek\" meminta sesuatu bahkan hingga menangis. Mungkin bukannya Allah tidak peduli, mungkin bukan pula Dia tidak mau karena tidak sesuai dengan rencanaNya. Mungkin masalahnya hanya waktunya belum tiba.

\"Mintalah maka kamu akan diberi.\"

Berjalan Bersama Keong



Tuhan memberiku sebuah tugas, yaitu membawa keong jalan-jalan.
Aku tak dapat jalan terlalu cepat, keong sudah berusaha keras merangkak. Setiap kali hanya beralih sedemikian sedikit.

Aku mendesak, menghardik, memarahinya, Keong memandangku dengan pandangan meminta-maaf, serasa berkata : "aku sudah berusaha dengan segenap tenaga !"
Aku menariknya, menyeret, bahkan menendangnya, keong terluka. Ia mengucurkan keringat, nafas tersengal-sengal, merangkak ke depan.
Sungguh aneh, mengapa Tuhan memintaku mengajak seekor keong berjalan-jalan.

Ya Tuhan! Mengapa ? Langit sunyi-senyap. Biarkan saja keong merangkak didepan, aku kesal dibelakang. Pelankan langkah, tenangkan hati....
Oh? Tiba-tiba tercium aroma bunga, ternyata ini adalah sebuah taman bunga.
Aku rasakan hembusan sepoi angin, ternyata angin malam demikian lembut.
Ada lagi! Aku dengar suara kicau burung, suara dengung cacing.
Aku lihat langit penuh bintang cemerlang.

Oh? Mengapa dulu tidak rasakan semua ini ?
Barulah aku teringat, Mungkin aku telah salah menduga!
Ternyata Tuhan meminta keong menuntunku jalan-jalan sehingga aku dapat mamahami Dan merasakan keindahan taman ini yang tak pernah kualami kalo aku berjalan sendiri dengan cepatnya.
"He's here and with me for a reason"
Saat bertemu dengan orang yang benar-benar engkau kasihi,
Haruslah berusaha memperoleh kesempatan untuk bersamanya seumur hidupmu.
Karena ketika dia telah pergi, segalanya telah terlambat.

Saat bertemu teman yang dapat dipercaya, rukunlah bersamanya.

Karena seumur hidup manusia, teman sejati tak mudah ditemukan.
Saat bertemu penolongmu,Ingat untuk bersyukur padanya.
Karena ialah yang mengubah hidupmu
Saat bertemu orang yang pernah kau cintai, Ingatlah dengan tersenyum untuk berterima-kasih .
Karena IA lah orang yang membuatmu lebih mengerti tentang kasih.
Saat bertemu orang yang pernah kau benci, Sapalah dengan tersenyum.
Karena IA membuatmu semakin teguh / kuat.
Saat bertemu orang yang pernah mengkhianatimu,Baik-baiklah berbincanglah dengannya.
Karena jika bukan karena dia, Hari ini engkau tak memahami dunia ini.
Saat bertemu orang yang pernah diam-diam kau cintai, Berkatilah dia.

Karena saat kau mencintainya, bukankah berharap IA bahagia ?

Saat bertemu orang yang tergesa-gesa meninggalkanmu,
Berterima-kasihlah bahwa IA pernah Ada dalam hidupmu.
Karena IA adalah bagian dari nostalgiamu
Saat bertemu orang yang pernah salah-paham padamu,
Gunakan saat tersebut untuk menjelaskannaya.
Karena engkau mungkin hanya punya satu kesempatan itu saja untuk menjelaskan
Saat bertemu orang yang saat ini menemanimu seumur hidup,
Berterima-kasihlah sepenuhnya bahwa IA mencintaimu.
Karena saat ini kalian mendapatkan kebahagiaan Dan cinta sejati.

Jumat, Juni 06, 2008

Setiap Langkah adalah Anugerah


Seorang professor diundang untuk berbicara di sebuah basis militer.
Di sana , ia berjumpa dengan seorang prajurit yang tak mungkin dilupakannya, Ralph, penjemputnya di bandara.

Setelah saling memperkenalkan diri, mereka menuju tempat pengambilan bagasi.

Ketika berjalan keluar, Ralph sering menghilang.
Banyak hal dilakukannya.

Ia membantu seorang wanita tua yang kopornya jatuh dan terbuka, kemudian mengangkat dua anak kecil agar mereka dapat melihat sinterklas.

Ia juga menolong orang yang tersesat dengan menunjukkan arah yang benar.
Setiap kali, ia kembali ke sisi sang professor dengan senyum lebar menghiasi wajahnya.

Dari mana Anda belajar melakukan semua hal itu ? tanya sang professor.
Melakukan apa ? tanya Ralph.

Dari mana Anda belajar untuk hidup seperti itu ? desak sang professor.
Oh, kata Ralph, selama perang .....
Saya kira, perang telah mengajari saya banyak hal.

Lalu ia menuturkan kisah perjalanan tugasnya di Vietnam .
Juga tentang tugasnya saat membersihkan ladang ranjau, dan bagaimana ia harus menyaksikan satu per satu temannya tewas terkena ledakan ranjau di depan matanya.

Saya belajar untuk hidup di antara pijakan setiap langkah. katanya .......
Saya tidak pernah tahu, apakah langkah berikutnya adalah pijakan terakhir,
sehingga saya belajar untuk melakukan segala sesuatu yang sanggup saya lakukan
tatkala mengangkat dan memijakkan kaki serta mensyukuri langkah sebelumnya.

Setiap langkah yang saya ayunkan merupakan sebuah dunia baru, dan saya kira sejak saat itulah saya menjalani kehidupan seperti ini.

Kelimpahan hidup tidak ditentukan oleh berapa lama kita hidup,
tetapi sejauh mana kita menjalani kehidupan yang bermakna bagi orang lain.

Nilai manusia ... tidak ditentukan dengan bagaimana ia mati, melainkan bagaimana ia hidup.

Kekayaan manusia bukan apa yang ia peroleh, melainkan apa yang telah ia berikan.

Selamat menikmati setiap langkah hidup Anda dan
BERSYUKURLAH SETIAP SAAT .......

Banyak orang berpikir bagaimana mengubah dunia ini.
Hanya sedikit yang memikirkan bagaimana mengubah dirinya sendiri..

Tanda Salib


 
Oleh Rm. John Leftthew

Kerapkali kita sebagai orang Katolik dianggap kolot,
menyembah berhala dan sebagainya yang tak jarang dari kata-kata atau
anggapan yang demikian membuat orang-orang Katolik itu sendiri
menjadi goyah imannya dan tak sedikit dari mereka yang berpindah agama.

Banggakah Anda menjadi orang Katolik? Kalau iya,
mengapa Anda bangga menjadi orang Katolik? Apa sih istimewanya orang
Katolik itu? Terlepas dari apa pun jawaban Anda, ada satu keistimewaan yang
kita punyaisebagai orang Katolik. Yaitu TANDA SALIB. Mengapa istimewa? Tanda salib
merupakan suatu rangkaian doa yang walaupun singkat tetapi sangat padat
dan dalam maknanya.

Berikut ini penjelasan dari masing-masing bagian tanda
salib.

"Demi Nama Bapa" (di dahi)

Hal ini menandakan bahwa Allah Bapa merencanakan,
menciptakan dan menyelenggarakan segala sesuatunya.
Otak adalah pusat segalanya.
Otak tempat kita berpikir, tempat kita merencanakan.
Bapa merencanakan Putra-Nya untuk datang ke dunia sebagai penyelamat
yang menyelamatkan umat manusia.
Dan Bapalah yang menyelenggarakan segala karya dan hidup Yesus.
Oleh karena itu kita melanjutkan dengan:

"Dan Putra"

Di sini sering terjadi kesalahan karena banyak yang
melakukan di dada(horizontal dengan Roh Kudus).
Yang benar adalah dipusar, karena tali pusar adalah tali kehidupan,
tali yang menyambung antara ibu dan anak disinilah janin
mendapat makan dan mendapat curahan kehidupan.
Dan Yesus lahir sebagai manusia untuk menyelamatkan manusia dan
karya-Nya itu dimulai dari sejak kita masih berupa janin.
Kita semua tahu bahwa Yesus kemudian harus meninggalkan dunia
untuk kembali kepada Bapa-Nya.

"Dan Roh Kudus" (horizontal di dada)

Bapa sangat mencintai kita dan terus berusaha
menyelenggarakan hidup kita sebaik-baiknya,
maka Bapa mengirim Roh Kudus-Nya agar tetap
mendampingi, melindungi, dan menjaga kita, sehingga
kita akan senantiasa mengundang dan menghadirkan Allah Tri Tunggal kita
dalam setiap kehidupan, untuk senantiasa menjagai kita sampai
kedatangan Allah Putra kembali.

Dengan tanda salib tubuh kita telah dimeterai dan
disucikan oleh Allah.
Dalam segala kegiatan kita: sewaktu kita tidur, kita belajar,
kita bekerja, kita melakukan pelayanan, kita makan, kita
susah, kita senang, kita tertawa, kita menangis.
Jika kita membuat tanda salib itu berarti
kita mengundang Allah Tri Tunggal untuk menjaga,
melindungi kita sehingga kita tidak melakukan hal-hal yang tidak
sesuai dengan kehendak Bapa.

Tanda salib juga merupakan tanda persatuan kita dengan
sesama umat Katolik, misalnya jika kita makan di rumah makan,
kemudian melihat ada orang membuat tanda salib, kita pasti bilang : Oh,
orang itu orang Katolik, dia saudara saya yang seiman.

<' ))xxxxx<>